Jumat, 15 September 2017

Cerpen (Cerita Pendek) Karyaku || GHOST SCHOOL || Shofie Aulia Rahma

GHOST SCHOOL
            Rumor tentang ‘Hantu Sekolah’ makin lama kian menjadi-jadi. Banyak para murid yang menghabiskan waktunya hanya untuk membicarakan tentang hal ini. Aku tak begitu ambil pusing tentang hal ini. Yang jelas, aku tidak percaya tentang hal yang berbau mistis.
***
            Aku masih asik membolak-balik halaman buku ini. Buku ini menceritakan tentang kepedihan hidup seseorang yang mengidap penyakit Leukimia. Aku sempat menangis saat tengah membaca buku ini.
            Fera memanggil namaku pelan. Aku menoleh kearahnya, “Ada apa?” Dia masih memanggil namaku, “Kemarilah!” Aku berjalan malas kearahnya.
            “Kau tahu? Gina kemarin melihat hantu itu dilorong kantin..” Ucap Fera setengah berbisik kepadaku. Aku mendongak.
            “Lagi-lagi kau menceritakan tentang hal ini!” Aku mendengus sebal. “Tidak bisakah kau membicarakan yang lebih penting?”
            Aku berbalik arah, berjalan menuju bangkuku.
            “Kenapa juga, Fera tertular rumor ini. Huh..” Gumamku sebal. Aku pun melanjutkan membaca buku menyedihkan ini.
***
            Terlihat segerombolan anak-anak didepan kelas. Dengan dipenuhi tanya, aku berjalan menuju gerombolan tersebut.
            “Kalian sedang membicarakan, apa?” Tanyaku heran sembari menggaruk kepalaku yang tidak gagal. Semua anak menoleh kearahku.
            “Ssst.. Diamlah. Gina tengah menceritakan tentang hantu sekolah itu,” Ucap Shelly sembari menaruh jari telunjuk di bibirnya.
            Huh. Aku tidak akan mendengarkan cerita aneh ini. Lebih baik makan bakso sambil membaca buku cerita daripada mendengar cerita ini.
***
            Hari ini begitu membosankan. Fera, teman dekatku tak lagi bermain bersamaku. Melainkan mendengarkan cerita tidak jelas tersebut.
            “Huh..” Aku mendengus sebal. Aku masih asik menaik-turunkan sedotan es jeruk ini. Aku bosan menunggu baksoku datang.
            Tak berapa lama kemudian, datanglah bakso pesananku. “Lama banget, Mang?” Tanyaku menyelidiki. Mamang tukang bakso nyengir lebar, “Hehe.. maaf ya, neng.” Aku mengangguk kesal.
***
            “Kau kemana saja tadi?” Tanyaku kepada Fera yang asik menggambar ‘manga’ dibuku gambar miliknya. Fera menoleh kearahku.
            “Aku saling bercerita dengan Hana. Katanya, ada han..”
            “Ah, sudahlah. Aku tidak ingin mendengarkan hal-hal yang seperti itu. Lanjutkan menggambarmu. Aku tidak akan mengganggumu.”
            Aku menatap kesal Fera. Sejak kapan dia bertingkah seperti ini? Ah, entahlah. Aku tidak begitu peduli terhadapnya.
***
            Bel pulang terdengar nyaring ditelingaku. Aku menoleh kearah Fera di sampingku. Dia masih asik memerhatikan cover buku yang ia pinjam di perpustakaan sekolah.
            “Pulang, yuk!” Ajakku sembari mengemasi buku-buku. Fera menoleh kearahku.
            “Kamu ngomong sama aku?” Tanya Fera sembari menunjuk mukanya.
            Aku mengangguk pelan, “Siapa lagi selain kamu?” Tanyaku kesal. Aku mendengus sebal. Fera terkekeh sejenak.
            “Tidaklah, aku ada urusan. Aku harus bertemu Kinan di perpustakaan..” Jawab Fera.
            “Kalian akan melakukan apa?”
            “Aku dan Kinan hendak membuktikan bahwa hantu sekolah itu memang ada..”
            Aku berpikir sejenak, “Boleh aku ikut juga? Aku sungguh penasaran.” Tanyaku. Fera menoleh pelan kearahku.
            “Yakin?” Tanya Fera ragu-ragu. Aku mengangguk pelan. “Oh, baiklah. Ayo ikut aku ke perpustakaan sekolah. Aku harap kamu bukanlah penakut.”
            Aku dan Fera pun berjalan yakin menuju perpustakaan sekolah. Aku benar-benar penasaran. Padahal, hantu itu tengah berada tepat dibelakang kami, mengikuti setiap perjalanan kami.
***
            “Hai, Kinan!” Sapaku bersamaan dengan Fera. Kinan yang tengah membaca buku menoleh pelan kearah kami.
            Dia melotot kearah kami. Aku dan Fera saling bertatap. Bingung. Aku dan Fera pun segera mendekati Kinan.
            “Kau ada apa?” Tanya Fera.
            Kinan menggeleng pelan, “Jangan dekati aku!” Kinan menunjuk-nunjuk arah belakang kami. Aku dan Fera semakin bingung.
            “Hey! Kamu kenapa, sih?” Tanyaku heran.
            “Li..lihatlah, belakang..mu!” Ucap Kinan sembari menunjuk kearah belakang kami. Aku dan Fera saling tatap. Lalu menelan ludah. Baiklah, aku penasaran. Kami pun menoleh kearah belakang kami.
            “AAAAA...!!!!”
            “Aa..pa, ituu?” Tanyaku ketakutan.
            Makhluk itu terlihat menyeramkan. Matanya putih semua. Rambutnya panjang sepunggung. Ia memakai jubah panjang berwarna putih. Terlihat juga bercik darah disetiap bajunya. Tangannya keriput. Kakinya pun juga. Kami menatap lamat-lamat makhluk itu, tepatnya hantu itu.
            “K..kau, si..ssiapa?” Tanya Fera memberanikan diri.
            “Khihihi..ngerhh,” Suaranya terdengar menyeramkan, “Ka..kau, ta-tak perrluu ta..hu ssiaapa aaku..” Dia terlihat gagap. Taringnya terlihat begitu lancip. Aku menelan ludah.
            “A..apakah ki, kita hharus lari?” Tanyaku. Hatiku masih berdebar. Jantungku berdetak kencang. Aku baru pertama kali secara langsung melihat hantu.
            “Tiigaa.. Duuaa.. Lariiiii!!!” Seru Kinan.
            Kami bertiga pun lari kearah yang tak beratur. BRUKK!! Mendadak semua gelap. Kakiku seperti tersandung sesuatu. Entahlah, aku tak mengerti.
***
            “A..appakhhah.. masshihh, ssakit?” Desis seseorang dengan lembut. Aku mulai berusaha membuka mata. Walau ini rasanya sangat susah.
            Mataku terbuka. Aku terbelalak.
            “K..kau? Mau buuat,, apa.. kau diiisini??” Aku menelan ludah. Jantungku berdetak sangat kencang. Hantu, hantu itu berada tepat dihadapanku.
            “Tt..tak, usshah thakkhhut.. Aakuu.. bbukannllahh sseperthii yhang.. khalliian makkshudd..” Desisnya pelan.
            “Kk..kalau.. beggitu.. kkau ssiappaa??” Tanyaku dengan gagap.
            “Baiklah.. akan kuceritakan..” Bahasanya mulai teratur. Walau tidak dengan postur tubuhnya yang sangat menakutkan.
            “Hari itu.. Tahun seribu sembilan ratus delapan puluh enam.. Saat sekolah ini masih berusia enam tahun.. Aku melamar kerja disini.. Sebagai pengurus UKS dan juga perawatnya.. Pada saat itu, ada seorang anak yang jatuh pingsan saat upacara.. Aku disuruh oleh kepala sekolah untuk mengurusnya.. Di UKS, dia mulai sadar dan siuman.. Dia pun memberiku setangkai bunga.. Aku jatuh pingsan.. Kepalaku terbentur keras dengan lantai.. Dan.. saat aku bangun.. Aku berada disebuah ruangan yang tidak aku kenali.. Ruang tersebut begitu gelap.. Tanpa sengaja, aku menumpahkan sebuah cat kebajuku yang saat itu berwarna putih.. Saat aku hendak keluar.. terdengar banyak tembakan dan teriakan.. Aku pun mengurungkan diri untuk keluar dari ruangan itu.. Beberapa bulan aku diruangan tersebut.. Untunglah.. tersedia makanan diruangan tersebut.. walau rasanya aneh sekali.. dan juga terdapat sebuah kamar mandi.. walau baunya sangat menyengat.. dan, saat aku hendak keluar.. suasana berubah drastis.. menjadi begitu modern.. saat aku keluar, juga terdapat anak-anak tengah melakukan upacara.. salah satu murid menunjukku sembari berteriak histeris.. semua guru mengejarku.. aku pun berlari kesebuah ruangan yang itu sangat rahasia.. aku pun jarang berbicara.. bahkan tidak pernah.. makanya aku gagap saat bertemu kalian..” Hantu itu mulai bercerita.
            “Dimanakah ruangan rahasia tersebut?” Tanyaku.
            “Ruangan ini.”
***
            Bel istirahat berbunyi. Aku segera keluar kelas sembari membawa bekal yang kubawa dari rumah. Aku segera berjalan kearah ruangan rahasia tersebut tanpa ada yang mengetahui.
            Kreekk.. Pintu terbuka lebar.
            “Ini aku bawakan makanan untukmu,” Ucapku setengah berbisik.
Perempuan separuh baya tersebut tersenyum lembut kepadaku, “Terima kasih,” Ucap perempuan tersebut. Aku mengangguk pelan.
Hal tersebut pun menjadi rutinitasku semenjak mendengar cerita dari perempuan separuh baya tersebut.
Hingga aku tahu, semua cerita itu hanya sekedar karangan.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar