GHOST SCHOOL
Rumor
tentang ‘Hantu Sekolah’ makin lama kian menjadi-jadi. Banyak para murid yang
menghabiskan waktunya hanya untuk membicarakan tentang hal ini. Aku tak begitu
ambil pusing tentang hal ini. Yang jelas, aku tidak percaya tentang hal yang berbau
mistis.
***
Aku
masih asik membolak-balik halaman buku ini. Buku ini menceritakan tentang
kepedihan hidup seseorang yang mengidap penyakit Leukimia. Aku sempat
menangis saat tengah membaca buku ini.
Fera
memanggil namaku pelan. Aku menoleh kearahnya, “Ada apa?” Dia masih memanggil
namaku, “Kemarilah!” Aku berjalan malas kearahnya.
“Kau
tahu? Gina kemarin melihat hantu itu dilorong kantin..” Ucap Fera setengah
berbisik kepadaku. Aku mendongak.
“Lagi-lagi
kau menceritakan tentang hal ini!” Aku mendengus sebal. “Tidak bisakah kau
membicarakan yang lebih penting?”
Aku
berbalik arah, berjalan menuju bangkuku.
“Kenapa
juga, Fera tertular rumor ini. Huh..” Gumamku sebal. Aku pun melanjutkan
membaca buku menyedihkan ini.
***
Terlihat
segerombolan anak-anak didepan kelas. Dengan dipenuhi tanya, aku berjalan
menuju gerombolan tersebut.
“Kalian
sedang membicarakan, apa?” Tanyaku heran sembari menggaruk kepalaku yang tidak
gagal. Semua anak menoleh kearahku.
“Ssst..
Diamlah. Gina tengah menceritakan tentang hantu sekolah itu,” Ucap Shelly
sembari menaruh jari telunjuk di bibirnya.
Huh.
Aku tidak akan mendengarkan cerita aneh ini. Lebih baik makan bakso sambil
membaca buku cerita daripada mendengar cerita ini.
***
Hari
ini begitu membosankan. Fera, teman dekatku tak lagi bermain bersamaku.
Melainkan mendengarkan cerita tidak jelas tersebut.
“Huh..”
Aku mendengus sebal. Aku masih asik menaik-turunkan sedotan es jeruk ini. Aku
bosan menunggu baksoku datang.
Tak
berapa lama kemudian, datanglah bakso pesananku. “Lama banget, Mang?” Tanyaku
menyelidiki. Mamang tukang bakso nyengir lebar, “Hehe.. maaf ya, neng.” Aku
mengangguk kesal.
***
“Kau
kemana saja tadi?” Tanyaku kepada Fera yang asik menggambar ‘manga’ dibuku
gambar miliknya. Fera menoleh kearahku.
“Aku
saling bercerita dengan Hana. Katanya, ada han..”
“Ah,
sudahlah. Aku tidak ingin mendengarkan hal-hal yang seperti itu. Lanjutkan
menggambarmu. Aku tidak akan mengganggumu.”
Aku
menatap kesal Fera. Sejak kapan dia bertingkah seperti ini? Ah, entahlah. Aku
tidak begitu peduli terhadapnya.
***
Bel
pulang terdengar nyaring ditelingaku. Aku menoleh kearah Fera di sampingku. Dia
masih asik memerhatikan cover buku yang ia pinjam di perpustakaan
sekolah.
“Pulang,
yuk!” Ajakku sembari mengemasi buku-buku. Fera menoleh kearahku.
“Kamu
ngomong sama aku?” Tanya Fera sembari menunjuk mukanya.
Aku
mengangguk pelan, “Siapa lagi selain kamu?” Tanyaku kesal. Aku mendengus sebal.
Fera terkekeh sejenak.
“Tidaklah,
aku ada urusan. Aku harus bertemu Kinan di perpustakaan..” Jawab Fera.
“Kalian
akan melakukan apa?”
“Aku
dan Kinan hendak membuktikan bahwa hantu sekolah itu memang ada..”
Aku
berpikir sejenak, “Boleh aku ikut juga? Aku sungguh penasaran.” Tanyaku. Fera
menoleh pelan kearahku.
“Yakin?”
Tanya Fera ragu-ragu. Aku mengangguk pelan. “Oh, baiklah. Ayo ikut aku ke
perpustakaan sekolah. Aku harap kamu bukanlah penakut.”
Aku
dan Fera pun berjalan yakin menuju perpustakaan sekolah. Aku benar-benar
penasaran. Padahal, hantu itu tengah berada tepat dibelakang kami, mengikuti
setiap perjalanan kami.
***
“Hai,
Kinan!” Sapaku bersamaan dengan Fera. Kinan yang tengah membaca buku menoleh
pelan kearah kami.
Dia
melotot kearah kami. Aku dan Fera saling bertatap. Bingung. Aku dan Fera pun
segera mendekati Kinan.
“Kau
ada apa?” Tanya Fera.
Kinan
menggeleng pelan, “Jangan dekati aku!” Kinan menunjuk-nunjuk arah belakang
kami. Aku dan Fera semakin bingung.
“Hey!
Kamu kenapa, sih?” Tanyaku heran.
“Li..lihatlah,
belakang..mu!” Ucap Kinan sembari menunjuk kearah belakang kami. Aku dan Fera
saling tatap. Lalu menelan ludah. Baiklah, aku penasaran. Kami pun menoleh
kearah belakang kami.
“AAAAA...!!!!”
“Aa..pa,
ituu?” Tanyaku ketakutan.
Makhluk
itu terlihat menyeramkan. Matanya putih semua. Rambutnya panjang sepunggung. Ia
memakai jubah panjang berwarna putih. Terlihat juga bercik darah disetiap
bajunya. Tangannya keriput. Kakinya pun juga. Kami menatap lamat-lamat makhluk
itu, tepatnya hantu itu.
“K..kau,
si..ssiapa?” Tanya Fera memberanikan diri.
“Khihihi..ngerhh,”
Suaranya terdengar menyeramkan, “Ka..kau, ta-tak perrluu ta..hu ssiaapa aaku..”
Dia terlihat gagap. Taringnya terlihat begitu lancip. Aku menelan ludah.
“A..apakah
ki, kita hharus lari?” Tanyaku. Hatiku masih berdebar. Jantungku berdetak
kencang. Aku baru pertama kali secara langsung melihat hantu.
“Tiigaa..
Duuaa.. Lariiiii!!!” Seru Kinan.
Kami
bertiga pun lari kearah yang tak beratur. BRUKK!! Mendadak semua gelap. Kakiku
seperti tersandung sesuatu. Entahlah, aku tak mengerti.
***
“A..appakhhah..
masshihh, ssakit?” Desis seseorang dengan lembut. Aku mulai berusaha membuka
mata. Walau ini rasanya sangat susah.
Mataku
terbuka. Aku terbelalak.
“K..kau?
Mau buuat,, apa.. kau diiisini??” Aku menelan ludah. Jantungku berdetak sangat
kencang. Hantu, hantu itu berada tepat dihadapanku.
“Tt..tak,
usshah thakkhhut.. Aakuu.. bbukannllahh sseperthii yhang.. khalliian
makkshudd..” Desisnya pelan.
“Kk..kalau..
beggitu.. kkau ssiappaa??” Tanyaku dengan gagap.
“Baiklah..
akan kuceritakan..” Bahasanya mulai teratur. Walau tidak dengan postur tubuhnya
yang sangat menakutkan.
“Hari
itu.. Tahun seribu sembilan ratus delapan puluh enam.. Saat sekolah ini masih
berusia enam tahun.. Aku melamar kerja disini.. Sebagai pengurus UKS dan juga
perawatnya.. Pada saat itu, ada seorang anak yang jatuh pingsan saat upacara..
Aku disuruh oleh kepala sekolah untuk mengurusnya.. Di UKS, dia mulai sadar dan
siuman.. Dia pun memberiku setangkai bunga.. Aku jatuh pingsan.. Kepalaku
terbentur keras dengan lantai.. Dan.. saat aku bangun.. Aku berada disebuah
ruangan yang tidak aku kenali.. Ruang tersebut begitu gelap.. Tanpa sengaja,
aku menumpahkan sebuah cat kebajuku yang saat itu berwarna putih.. Saat aku
hendak keluar.. terdengar banyak tembakan dan teriakan.. Aku pun mengurungkan diri
untuk keluar dari ruangan itu.. Beberapa bulan aku diruangan tersebut..
Untunglah.. tersedia makanan diruangan tersebut.. walau rasanya aneh sekali..
dan juga terdapat sebuah kamar mandi.. walau baunya sangat menyengat.. dan,
saat aku hendak keluar.. suasana berubah drastis.. menjadi begitu modern.. saat
aku keluar, juga terdapat anak-anak tengah melakukan upacara.. salah satu murid
menunjukku sembari berteriak histeris.. semua guru mengejarku.. aku pun berlari
kesebuah ruangan yang itu sangat rahasia.. aku pun jarang berbicara.. bahkan
tidak pernah.. makanya aku gagap saat bertemu kalian..” Hantu itu mulai
bercerita.
“Dimanakah
ruangan rahasia tersebut?” Tanyaku.
“Ruangan
ini.”
***
Bel
istirahat berbunyi. Aku segera keluar kelas sembari membawa bekal yang kubawa
dari rumah. Aku segera berjalan kearah ruangan rahasia tersebut tanpa ada yang
mengetahui.
Kreekk..
Pintu terbuka lebar.
“Ini
aku bawakan makanan untukmu,” Ucapku setengah berbisik.
Perempuan
separuh baya tersebut tersenyum lembut kepadaku, “Terima kasih,” Ucap perempuan
tersebut. Aku mengangguk pelan.
Hal tersebut
pun menjadi rutinitasku semenjak mendengar cerita dari perempuan separuh baya
tersebut.
Hingga aku
tahu, semua cerita itu hanya sekedar karangan.
***